Abrasi di pesisir barat Bengkulu telah mencapai tahap mengkhawatirkan. Garis pantai yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia terus terkikis setiap tahun. Berdasarkan laporan terbaru Dinas Lingkungan Hidup Bengkulu pada 2025, lebih dari 10 kilometer garis pantai mengalami pengikisan dengan tingkat kerusakan tinggi. Selain itu, data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bengkulu menunjukkan bahwa gelombang laut di wilayah ini meningkat rata-rata 20% dibandingkan lima tahun terakhir (sumber: https://dlhjember.id/). Kondisi ini memperparah dampak abrasi yang kini mulai mengancam permukiman warga di sejumlah titik, terutama di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, dan Seluma.
Fenomena ini tidak hanya menimbulkan kehilangan lahan, tetapi juga memengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir. Banyak warga kehilangan tempat tinggal, sementara sebagian lainnya harus direlokasi. Pemerintah daerah dan Dinas Lingkungan Hidup Bengkulu kini berupaya melakukan langkah-langkah mitigasi yang lebih serius untuk menekan laju abrasi.
Faktor Penyebab Terjadinya Abrasi

Abrasi di Bengkulu barat merupakan hasil interaksi antara faktor alam dan ulah manusia. Keduanya berkontribusi besar dalam mempercepat rusaknya garis pantai di wilayah ini.
1. Aktivitas Alam dan Perubahan Iklim
Kenaikan suhu global menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya intensitas abrasi. Pencairan es di kutub utara dan selatan menyebabkan volume air laut meningkat, yang berdampak langsung pada kawasan pesisir seperti Bengkulu barat. BMKG Bengkulu mencatat bahwa tinggi gelombang di beberapa titik pesisir bisa mencapai 5 meter saat musim angin barat.
Selain itu, fenomena perubahan arus laut dan badai tropis dari Samudra Hindia menimbulkan tekanan besar pada garis pantai. Dinas Lingkungan Hidup Bengkulu juga mengonfirmasi bahwa intensitas curah hujan ekstrem turut memperparah kerusakan ekosistem pesisir. Tanpa perlindungan alami seperti mangrove, wilayah pesisir menjadi rentan terhadap serangan gelombang besar.
2. Aktivitas Manusia di Pesisir
Selain faktor alam, kegiatan manusia memiliki peran besar dalam memperparah abrasi. Penebangan mangrove untuk membuka lahan pemukiman dan tambak ikan menyebabkan hilangnya penahan alami terhadap ombak. Eksploitasi pasir laut juga mempercepat erosi di daerah pantai.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkulu Utara melaporkan bahwa banyak proyek pembangunan di kawasan sempadan pantai dilakukan tanpa izin lingkungan yang memadai. Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan tersebut memperburuk kondisi garis pantai yang semakin menyusut setiap tahunnya.
Dampak Abrasi terhadap Permukiman dan Ekonomi Warga
Abrasi yang melanda pesisir barat Bengkulu membawa dampak signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pertama, banyak rumah warga hancur akibat terjangan ombak. Di beberapa titik, jarak antara garis pantai dan permukiman kini tinggal beberapa meter saja. Dinas Lingkungan Hidup Bengkulu mencatat bahwa sejak 2020 hingga 2025, setidaknya 250 rumah rusak berat akibat abrasi.
Kedua, abrasi menyebabkan rusaknya infrastruktur vital seperti jalan raya, jembatan, dan saluran air. Kondisi ini menghambat aktivitas ekonomi warga, terutama para nelayan yang kesulitan mengakses pelabuhan tradisional.
Ketiga, kerusakan lahan pertanian di sekitar pesisir menyebabkan penurunan hasil panen. Air laut yang masuk ke area pertanian membuat tanah menjadi asin dan tidak lagi subur. Akibatnya, sebagian petani beralih profesi atau mencari pekerjaan di luar daerah.
Upaya Pemerintah dan Masyarakat dalam Mengatasi Abrasi
Sebelum membahas strategi mitigasi, penting memahami bahwa solusi abrasi harus melibatkan pemerintah dan masyarakat. Kolaborasi keduanya menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan pesisir Bengkulu.
1. Tindakan Pemerintah Daerah
Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Dinas Lingkungan Hidup telah melaksanakan berbagai program strategis untuk menekan laju abrasi. Salah satunya adalah pembangunan tanggul laut di beberapa titik rawan seperti di Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Tengah.
Selain itu, program rehabilitasi pesisir dilakukan dengan menanam ribuan bibit mangrove. DLH Bengkulu juga menggandeng lembaga penelitian dan universitas untuk melakukan kajian dampak abrasi berbasis data satelit. Tujuannya adalah menghasilkan kebijakan yang akurat dan berbasis ilmiah dalam menentukan zonasi pesisir.
Pemerintah daerah kini tengah meninjau kembali tata ruang pesisir agar pembangunan di wilayah pantai lebih terkendali dan ramah lingkungan. DLH Bengkulu juga memperketat pengawasan terhadap proyek yang berpotensi merusak ekosistem pantai.
2. Peran Masyarakat Lokal
Selain upaya pemerintah, partisipasi warga menjadi elemen penting. Di beberapa desa seperti Pasar Seblat dan Pondok Kelapa, masyarakat bergotong royong menanam mangrove untuk menahan abrasi. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pendampingan dari Dinas Lingkungan Hidup serta komunitas pecinta alam lokal.
Sekolah-sekolah di Bengkulu juga mulai mengintegrasikan pendidikan lingkungan dalam kurikulum mereka. Tujuannya agar generasi muda memahami pentingnya menjaga pesisir. Program edukasi lapangan seperti penanaman mangrove dan pengelolaan sampah pantai turut diperkenalkan sejak dini.
Solusi Jangka Panjang dan Mitigasi Risiko Abrasi
Setelah memahami penyebab dan dampaknya, langkah strategis jangka panjang perlu diterapkan untuk mengurangi risiko abrasi.
1. Penerapan Zonasi Pesisir Berbasis Risiko
Penerapan zonasi berbasis risiko menjadi langkah utama. Dengan peta risiko yang jelas, pembangunan di wilayah pesisir dapat dikendalikan sesuai daya dukung lingkungan. DLH Bengkulu menekankan bahwa jarak aman antara garis pantai dan permukiman harus minimal 100 meter di area rawan abrasi.
2. Pemanfaatan Teknologi Pemantauan
Penggunaan teknologi satelit dan drone kini mulai diterapkan untuk memantau perubahan garis pantai. Data ini membantu pemerintah dalam memprediksi area yang berpotensi mengalami abrasi berat. Dengan sistem ini, tindakan preventif dapat dilakukan lebih cepat.
3. Penguatan Ekosistem Pesisir
Menanam mangrove secara masif menjadi solusi paling efektif dalam menahan abrasi. Dinas Lingkungan Hidup Bengkulu menargetkan rehabilitasi 50 hektar kawasan mangrove setiap tahunnya hingga 2030. Program ini tidak hanya menahan abrasi tetapi juga meningkatkan keanekaragaman hayati di wilayah pesisir.
4. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Kesadaran publik menjadi pondasi dalam mitigasi abrasi. Masyarakat perlu memahami bahwa menjaga pesisir bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama. Edukasi mengenai dampak abrasi dan cara adaptasi terhadap perubahan iklim harus terus diperkuat melalui media lokal seperti wartabengkulu.com.
Penutup
Abrasi di pesisir barat Bengkulu merupakan ancaman serius yang membutuhkan perhatian semua pihak. Pemerintah daerah bersama Dinas Lingkungan Hidup telah menunjukkan komitmen dalam upaya penanggulangan, namun tanpa dukungan masyarakat, hasilnya tidak akan maksimal. Setiap langkah kecil seperti menanam mangrove atau menjaga kebersihan pantai memiliki dampak besar bagi masa depan pesisir Bengkulu.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan warga, pesisir Bengkulu dapat diselamatkan dari ancaman abrasi yang semakin meluas. Kini saatnya bergerak bersama menjaga lingkungan demi keberlanjutan hidup generasi mendatang.